Tuesday, April 8, 2014

Proses demokrasi

Setelah sekian lama halaman ini terbengkalai (lagi), akhirnya timbul juga keinginan untuk kembali beropini, mengisi paragraf-paragraf pendek apa yang ingin saya sampaikan, yang mungkin suatu saat nanti akan saya rindukan. Mengakhiri sepertiga hari ini dengan topik yang akan memenuhi media dari kemarin, hingga beberapa hari ke depan. Tentang pesta akbar yang baru saja terjadi, yang akhirnya mau tak mau mendorong saya untuk menulis ini. Pesta demokrasi, pemilihan umum calon legislatif, memilih wakil rakyat. Katanya!

Saya berani bertaruh, kebanyakan dari rakyat belum puas dengan pemilu ini, masih jauh dari ekspektasi mereka. Bukan maksud saya tidak menghargai demokrasi, hanya saja masih banyak “borok” yang ada pada pelaksanaan demokrasi di negeri ini, termasuk dalam penyelenggaraan pemilu besok. Yang saya soroti sebagian disini hanyalah hal-hal yang nampak dari luar, dari kacamata masyarakat umum, bukan politisi maupun simpatisan partai ataupun penyelenggara pemilu.

Memang secara global sudah lebih baik dari pemilu-pemilu terdahulu, setelah masa reformasi dimulai. Arogansi para simpatisan dalam masa kampanye sudah tidak begitu terasa, pelanggaran-pelanggaran yang tampak sudah lebih baik dari pemilu lima tahun lalu, sepuluh tahun lalu, maupun lima belas tahun yang lalu. Pencopotan atribut partai dan caleg setelah masa kampanye sudah lebih baik, meski kampanye-kampanye terselubung gaya baru makin marak terjadi. Money politic masih saja marak, hanya tak seterbuka periode-periode sebelumnya. Pengawasan dari bawaslu juga sudah lebih baik saya rasa.

Saya akan melakukan evaluasi beberapa hal yang menarik untuk dibahas, berdasarkan pengamatan saya sebagai orang awam tentunya. Tentu saja berdasarkan pengamatan saya terhadap lingkungan sekitar, maupun artikel-artikel maupun tulisan yang saya baca di media. Dan berikut adalah hasil pengamatan saya:

Deskripsi Singkat
Pemilihan umum (pemilu) 2014 ini merupakan pemilu yang ke-11 sejak Negara Kesatuan Republik Indonesia berdiri. Setelah dua kali pemilu pada masa orde baru ( 1955, 1971), lima kali pada masa orde baru ( 1977, 1982, 1987, 1992, 1997), dan empat kali pada era reformasi ( 1999, 2004, 2009, 2014). Pemilu sekarang melalui dua tahap pemilihan, yaitu pemilihan calon legislatif ( DPR, DPRD I, DPRD II, DPD) pada 9 April 2014, dan pemilihan presiden secara langsung pada 9 Juli 2014. Pemilu dengan sistem terbuka sejak 2004, dengan memilih calon anggota legislatif secara langsung, dan juga memilih presiden secara langsung. Pemilu kali ini diikuti oleh 11 partai politik, yang secara umum terbagi menjadi partai dengan ideologi demokrasi/nasionalis dan partai islam.

Kampanye
Kampanye terbuka bagi parpol dan caleg peserta pemilu 2014 dimulai dari 16 Maret hingga 5 April 2014. Kampanye terbuka menggunakan berbagai media yang ada seperti pemilu- pemilu terdahulu ( poster, sticker, spanduk, baliho, iklan, dll) baik secara langsung, maupun melalui berbagai media ( cetak, elektronik).
Yang menarik pada poin ini adalah penggunaan media internet yang meningkat dari tahun-tahun kemarin, khususnya penggunaan jejaring sosial untuk menyasar pada pemilih-pemilih muda maupun pemilih yang akrab dengan teknologi khususnya jejaring sosial tersebut. Ada pula beberapa media yang berhubungan dengan partai maupun petinggi partai, paling tidak ada enam stasiun televisi nasional yang dimiliki oleh ketua/petinggi partai yang terus mencoba “brainwashing” masyarakat untuk memilih partainya atau mendukung calon presiden yang diajukan partainya, porsi mengkampanyekan partainya juga cenderung lebih besar daripada partai-partai lainnya. Belum lagi beberapa portal berita online yang cenderung berpihak pada partai-partai tertentu. Perlu dibuat aturan yang jelas dan rinci untuk bagian kampanye menggunakan media-media yang relatif baru tersebut untuk meninimalisir terjadinya pelanggaran.
Kampanye secara tradisional dengan mengadakan pertemuan antara kader-kader dan simpatisan partai sudah lebih tertib daripada periode-periode pemilu sebelumnya. Pertuntukan musik masih menjadi magnet para kader-kader dan simpatisan partai untuk mengikuti kampanye penyampaian visi misi tersebut. Musik dangdut dan musik populer masih menarik perhatian pengunjung untuk datang menghadiri acara partai tersebut. Disini saya lihat sudah lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya. Seperti saya sampaikan diatas bahwa arogansi para simpatisan dalam berkampanye sudah jauh berkurang, begitupun “bagi-bagi uang” kampanye, meskipun masih ada pelanggaran-pelanggaran yang terekspos, tapi jumlahnya relatif sedikit.
Perbaikan juga saya lihat pada pencopotan atribut-atribut kampanye di ruang publik. Setelah masa kampanye terbuka berakhir pada 5 April, saya tidak begitu banyak menemui atribut-atribut yang masih terpasang, hanya ada sebagian kecil, berbeda dari tahun- tahun sebelumnya.

Calon Legislatif
Calon-calon legislatif yang baru saja dipilih hari ini memperebutkan kursi DPR, DPRD I, DPRD II, dan DPD. Yang menarik, sekarang calon legislatif perempuan mempunyai porsi minimal 30% pada daftar calon legislatif tiap partai, dengan kelebihan dan kekurangannya sendiri. Dan untuk memenuhi kuota tersebut tak jarang partai-partai (ada beberapa) menggandeng nama selebritas untuk memenuhi kuota tersebut, tentu bukan hal yang salah jika memang calon yang diajukan tersebut kompeten, dan tidak hanya digunakan untuk memenuhi kuota dan mendongkrak suara partai.
Khusus untuk anggota DPR, ada sekitar 90% anggota DPR yang mencalonkan diri kembali menjadi calon legislatif. Padahal kita tahu bahwa rapor anggota DPR saat ini jauh dari kata memuaskan, bahkan saya rasa belum cukup. Ada sekitar 115 anggota DPR yang terkait dengan kasus suap/korupsi dan beberapa diantaranya sudah berstatus tersangka. Hal ini tentu akan mempengaruhi kepercayaan masyarakat terhadap calon anggota dewan tersebut, tak heran jika angka golput juga masih tinggi.
Selain caleg-caleg yang berasal dari kalangan selebritas, beberapa hari belakangan (sebelum pemilu dilaksanakan tentunya) juga ramai diberitakan caleg-caleg yang berasal dari kaum papa, golongan bawah. Sudah biasa tentunya bahwa caleg-caleg akan berlaku seperti malaikat agar bisa terpilih, dan setelah terpilih akan beda cerita. Memilih caleg dari golongan bawah juga tidak tanpa resiko, ada beberapa contoh yang saya dengar langsung dari sumbernya, bahwa caleg dari kaum papa ini rentan dengan dunia baru yang akan dijalaninya pasca dia terpilih jadi anggota legislatif. Stars shock syndrome kalau saya tidak salah. Dan tentunya dengan banyak partai serta calon legislatif dari partai membingungkan bagi pemilih untuk memilih wakil rakyat yang benar-benar kompeten.

Sosialisasi
Sosialisasi pelaksanaan pemilu saya rasa masih kurang, masih banyak yang masih bingung di tempat pemungutan suara. Dan untuk masyarakat tradisional, kadang dengan sosialisasi pemilu di media yang sering mereka konsumsi seperti televisi, masih belum cukup untuk menambah pengetahuan mereka melalui pemilu. Apalagi sekarang beberapa televisi juga mempunyai kepentingan politik tersendiri.

Kesimpulan
Sebenarnya masih banyak hal yang bisa disoroti dalam pelaksanaan pemilu legislatif hari ini, daripada apa yang saya kemukakan diatas. Overall, pelaksanaan pemilu sudah lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya, hanya perlu perubahan-perubahan minor serta pengawasan yang lebih ketat, dan tindakan tegas untuk setiap pelangggaran yang dilakukan. Khususnya, praktek “money politic” yang masih marak dilakukan, baik secara langsung, maupun disamarkan dengan sumbangan-sumbangan. Saya masih percaya demokrasi akan berjalan ke arah yang lebih baik, kita sebagai masyarakat perlu mengawasi dan bertindak sesuai kapasitas kita agar itu berjalan sebagaimana mestinya. Jadilah pemilih yang aktif dan cerdas, golput bukan pilihan, tirani tak bisa lagi diterima di negeri ini.

Saya akan melakukan apapun agar orde baru gaya baru tak lagi terulang, bahasan selanjutnya akan menarik jika tentang calon-calon presiden.

No comments:

Post a Comment